Larangan berjilbab, bukti tidak ada kebebasan beragama

KONTROVERSI karyawan maupun petugas kepolisian berjilbab terus berlanjut. Kebijakan mengenai bolehkah polisi wanita berjilbab terus menjadi polemik setelah pada akhir 2013. Kepolisian Indonesia mewacanakan akan membuat aturan tentang jilbab yang mengatur desain dan warnanya agar seragam. Namun, dengan pergantian pucuk pimpinan setelah Jenderal Polisi Sutarman, rencana itu tidak jelas ujungnya hingga akhirnya telegram berisi larangan berjilbab kembali dikeluarkan Markas Besar Kepolisian Indonesia dan hingga ke daerah-daerah.
Surat edaran itu diketahui ketika dikeluarkan oleh Polda Riau dengan klasifikasi ‘biasa’ tertanggal 19 Januari 2015 oleh Kapolda Riau, Brigjen Dolly Bambang. Surat edaran itu merupakan surat lanjutan berdasarkan arahan dari Mabes Polri.
"Jilbab itu kan belum diatur, jadi kalau sudah ada aturannya, baru boleh dikenakan,” kata Kepala Bidang Propam Polda Riau AKBP Budi Santoso. Bagaimana dengan wanita polisi yang terlanjur berjilbab dalam aktivitas kedinasannya? Dia mengatakan, setiap personel Kepolisian Indonesia harus tunduk dengan kebijakan dan aturan yang sudah ada.
Larangan karyawan mengenakan jilbab pun terjadi di Mataram NTB, manajemen Tiara Mall melarang karyawannya berhijab atau mengenakan jilbab.
Sesungguhnya larangan bagi karyawan berhijab itu melanggar Undang-Undang Ketenagakerjaan No. 13/2003 pasal 5 dan 6 yang menyebutkan perusahaan tidak boleh melakukan diskriminasi terhadap pekerja. Apakah itu atas nama agama ataupun atas jenis kelamin atau lain sebagainya,” kata Kepala Dinas Sosial Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Dinsosnakertrans) Kota Mataram H Ahsanul Khalik di Mataram, Kamis (8/12015) lalu.
Sulitnya pemberlakuan Jilbab Polwan bagi Muslimah dan bagi karyawan muslimah kontradiktif dengan jargon kebebasan beragama dalam konsep demokrasi. Padahal mengenakan jilbab merupakan bukti ketaatan setiap muslimah pada aturan agamanya, karena mengenakan jilbab adalah kewajiban setiap muslimah.
Sayangnya, hanya karena alasan administratif tidak adanya Peraturan Kapolri (Perkap) terkait penggunaan Jilbab Polisi Wanita (Polwan) dan belum disiapkannya anggaran bagi para Polwan yang ingin menggunakan jilbab saat bertugas, para polwan terhambat dalam melaksanakan kewajiban tersebut. Padahal ini jelas bukanlah tindak kemaksiatan yang akan menuai kerugian.
Hambatan yang ditunjukkan oleh Polri dan perusahaan ini menyiratkan masih melekatnya stigma bahwa ketaatan terhadap syariat Islam akan menghambat dan merugikan. Padahal dengan berpakaian sebagaimana seorang muslimah yang taat, akan mendorong para polwan untuk melaksanakan kewajibannya sebagai polwan bukan hanya sebagai tuntutan profesi, tetapi juga sebagai bagian tanggung jawab kepada Sang Pencipta, Allah SWT.
HENDAKNYA kaum muslim yang mayoritas di negeri ini menyadari bahwa permasalahan utamanya bukan sekadar hambatan jilbab Polwan maupun larangan jilbab karyawan di beberapa daerah. Penerapan sistem demokrasi dan kapitalisme serta ditinggalkannya Syariah Islam untuk mengatur aspek politik, hukum, ekonomi, sosial dan budaya inilah yang menjadi sumber berbagai masalah. Syariat Islam tidak ditempatkan posisinya sebagai konstitusi dan perundang-undangan yang dilaksanakan untuk mengatur masyarakat.
Oleh karena itu marilah kita segera memperjuangkan tegaknya seluruh Syariah Islam dalam naungan Daulah Khilafah Islamiyah. Islam adalah rahmat, bukan hanya kebaikan bagi umat Islam tapi juga rahmat bagi semua manusia. Wallahu a’lam bi ash-showab.

No comments:

Post a Comment

Loefa-Cebook Facebook

Al Quran Wal Hadith

Categories